Karakter Kedua, (dominated by unplanned behavior) umumnya konsumen
Indonesia tidak memiliki perencanaan. Karakter ini berhubungan dengan karakter pertama. Konsumen
juga kurang menghargai
waktu dan memiliki
gaya hidup santai. Akibatnya, proses pembelian kurang
efisien. Namun, hal ini bisa
dimanfaatkan dengan
menerapkan strategi produk atau
layanan yang mempunyai fleksibilitas tinggi.
Artinya, produk itu
bisa digunakan alam
berbagai situasi multifungsi.
Agar cepat tertuju kepada
konsumen, gunakan display mencolok.
Karakter Ketiga, konsumen
Indonesia suka berkumpul,
baik dengan kolega,
relasi kerja, dengan keluarga, maupun
dengan teman satu
komunitas. Karakter ini
merupakan bagian dari
budaya bangsa Indonesia sejak
lama sehingga akan bertahan hingga beberapa puluh tahun ke depan. Dalam kondisi
ini, biasanya teman
dan kolega bisa
memengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan
pembelian. Cara yang
efektif, tingkatkan komunikasi
terhadap kelompok atau grup
tempat konsumen berkumpul. Bentuklah opini yang dapat memengaruhi
kelompok itu. “Konsumen akan membeli
atau menggunakan produk
jasa jika teman-teman
juga membeli. Jadi kelompok dan komunitas itu harus
diedukasi,” kata Handi.
Karakter keempat adalah gaptek alias gagap teknologi. Konsumen
Indonesia lebih doyan menggunakan teknologi
yang sederhana dan
tidak rumit. Contohnya,
perkembangan teknologi informasi
dunia mendorong munculnya telepon
seluler dengan beragam
fasilitas mulai dari
GPRS, 3G hingga teleconference. Namun apa yang
terjadi? Masyarakat Indonesia tetap menggandrungi telepon dan pesan singkat
(SMS) sebagai cara komunikasi efektif.
Pasar yang menggunakan teknologi simpel lebih gemuk dibandingkan dengan
pasar yang selalu mengadopsi teknologi tinggi.Cara pemasarannya,
buatlah teknologi untuk
tujuan fun atau
hiburan, serta teknologi
yang mudah digunakan dan
aman. Dalam kondisi
ini, menjadi pengikut
kesuksesan produk lain
bisa jadi pertimbangan dalam
menyusun strategi.
Karakter Kelima, konsumen
Indonesia lebih mengutamakan konteks,
bukan konten. Konsumen Indonesia bukan masyarakat yang
menyukai informasi bersifat analisis data atau perdebatan, melainkan hiburan.
Tengok saja acara
talk show atau perdebatan konflik
politik dibandingkan dengan
talk show bertema hiburan seperti Empat Mata-nya Tukul.
Peringkat yang paling tinggi tentu acara yang kedua. Masyarakat tidak mau
menggunakan banyak otak saat menonton
atau baca koran. Masyarakat masih menjadikan televisi
sebagai media hiburan, dan bukan informasi. Jadi, strategi pemasaran untuk
konsumen ini adalah, membuat produk dengan kemasan dan desain yang menarik atau
display yang mencolok, berikan pesan-pesan yang langsung dipahami konsumen.
Karakter keenam,
fanatik terhadap produk
buatan luar negeri.
Rasa nasionalisme bangsa
Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan bangsa Korsel atau
Jerman yang menghargai produk sendiri.
Karakter ketujuh ,yaitu konsumen religius dan suka supranatural. Pasar
bank syariah di Indonesia dalam tiga
tahun terakhir terus
naik signifikan. Pada
dasarnya bangsa Indonesia
itu manusia yang
baik dan tidak suka mengolok-olok
sehingga pasar ini tumbuh. Strategi untuk konsumen ini adalah bisa bergabung
dengan asosiasi keagamaan, atau memberikan label religi seperti
mendaftarkan kehalalan produk.
Cara terakhir, meluncurkan
produk baru untuk
segmen ini, karena potensi pasar religi ke depannya akan terus
berkembang.
Karakter kedelapan, adalah pamer dan
gengsi, ini berkaitan
dengan karakter konsumen
yang banyak menyukai produk
asing. Kondisi ini didorong oleh masih adanya budaya feodal dan apresiasi
berlebihan di tengah masyarakat. Strateginya
adalah, ciptakan produk
dengan edisi terbatas,
atau produk eksklusif. Bisa
juga dengan memberikan layanan
personal secara khusus.
Karakter kesembilan, adalah
kekuatan subkultur atau
budaya. Di beberapa
daerah pengaruh budaya lokal
masih kuat. Cara
pemasaran untuk konsumen
seperti ini dengan
memberikan sentuhan
kedaerahan, baik dalam
promo produk maupun
layanan. Untuk distribusi,
bisa juga menggandeng distributor lokal yang lebih
memahami karakter daerah setempat.
Karakter kesepuluh yaitu rendahnya
kesadaran terhadap lingkungan.
Strateginya, posisikan konsep
ramah lingkungan hanya pada
level perusahaan bukan
lebel produk di
tingkat konsumen. Terapkan
produk ramah lingkungan untuk keperluan ekspor dan pasar luar negeri
saja.Namun, karakter ini dalam beberapa tahun ke depan akan berubah seiring
dengan maraknya kampanye kesadaran lingkungan dan pemanasan global sehingga
harus diantisipasi.
http://iin15.blogspot.com